Pada
jaman dahulu, ada seorang raja yang berkuasa di Cina. Raja ini memiliki
semua yang dia inginkan. Dia memiliki harta, istana yang indah,
kuda-kuda terbaik, prajurit-prajurit paling tangguh dan rakyat yang
mencintainya. Tapi ada satu hal. Dia tidak memiliki isteri. Maka suatu
hari dia mengumpulkan tujuh prajurit kepercayaannya, mengendarai kuda
terkuat, dan berangkat mencari seorang isteri. Mereka pergi
berbulan-bulan dan telah singgah di banyak istana dan kota, dan bertemu
banyak putri-putri dan wanita-wanita cantik jelita, tapi tak ada satu
pun yang membuat sang raja jatuh hati.
Setelah
perjalanan panjang mereka tiba di sebuah danau, dan sang raja
memutuskan untuk beristirahat disana dan membangun kemah untuk bermalam.
Saat dia sedang menyantap makan malam dia mendengar suara samar yang
berasal dari arah danau. Dia bangkit dan berjalan mendekati air. Disana
dia melihat sebuah perahu yang menepi, dan diatas perahu itu ada sosok
seorang perempuan. Dengan cahaya bulan dia melihat wajah wanita itu dan
dia segera mengetahui bahwa dia lah wanita yang dia cari.
Dia
memanggil prajurit-prajuritnya, dan mereka menyeberangi danau dan
mendorong perahu itu ke tepian. Sang raja membantu wanita itu melangkah
ke daratan dan memperkenalkan dirinya. Dia mengundang wanita itu sebagai
tamu makan malamnya. Sang raja mengutarakan maksud perjalanannya, dan
bertanya apakah dia mau ikut ke istana dan menjadi isterinya. Wanita
malang itu berkata dengan nada menolak, "Kau ingin menikahiku, meskipun
aku ini orang yang benar-benar asing bagimu?"
Raja bertahan. Dia mengatakan
bahwa dia tidak pernah melihat wanita seperti dia dan dia bisa membuat
sang raja sangat bangga jika dia bersedia menjadi isterinya. Dia
menjanjikan kemewahan dan kenyamanan, pelayanan yang memerhatikan setiap
kebutuhannya, dan kesetiaan tanpa akhir, jika dia bersedia menjadi
isteri sang raja. Wanita itu menunduk, dan berkata, "Ya, rajaku, kalau
begitu aku akan senang menerima lamaranmu untuk menikah."
Dalam
perjalanan kembali ke istana, sang raja tak hentinya mengobrol dengan
calon pengantinnya, tapi sang wanita justru tidak bicara banyak. Dia
mengatakan bahwa namanya Jin-a, dan bahwa dia sudah berjalan jauh, tapi
tidak mengatakan darimana dan mengapa. Sang raja memerhatikan bahwa
Jin-a tidak pernah tersenyum, tapi dia tidak begitu peduli, berpikir
bahwa perjalanan panjang mungkin membuatnya kelelahan. Dia yakin begitu
mereka sampai di istana dan menikah, mood-nya akan kembali.
Pernikahannya berlangsung beberapa hari setelah mereka tiba di istana,
dan negara itu merayakannya selama tiga hari.
Permaisuri baru itu menjalankan
tugasnya dengan baik, dan seluruh istana kagum oleh tingkah laku dan
keanggunannya. Tapi tetap Jin-a tidak kunjung tersenyum. Sang raja
menanyakan apa masalahnya, tapi dia menjawab bahwa semuanya baik-baik
saja dan dia sangat bahagia.
Sang raja tentu saja mencoba
segalanya untuk membuat permaisurinya tersenyum: dia mendatangkan
pelawak dari jauh, penghibur jalanan, tapi sang permaisuri tak kunjung
tersenyum. Lalu suatu hari dia punya ide yang dia yakin akan berhasil.
Dia
menyuruh semua anggota kerajaan untuk berkumpul sore itu di markas
rahasia, dan memberitahukannya bahwa musuh menyerang dan sudah tiba di
gerbang!
Malam itu setelah makan malam
sang raja dan permaisurinya sedang berada di kamar. Permaisuri sedang
menyisir rambutnya dan raja berlatih kaligrafi, ketika tiba-tiba pintu
terbuka dan seorang pengawal muncul. "Yang Mulia," dia berteriak, "ada
musuh asing di gerbang, bersiap menembakkan meriam!" Sang raja melompat,
tinta dan kuas di tangannya berceceran di lantai. Dia mengangkat
tangannya keatas, "Dimana prajurit-prajuritku," teriaknya, "Dimana para
penjaga?" Melihat ekspresi sang raja, sang permaisuri tiba-tiba
tergelak. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, sang raja sangat
gembira. Dia melompat-lompat dan mengguncang-guncangkan tangan
pengawalnya. "Berhasil, berhasil! Dia tertawa! Akhirnya dia tertawa!"
Akhirnya dia pun mengakui bahwa itu semua trik agar permaisurinya
tertawa. Mendengar pengakuan itu, sang permaisuri pun tersenyum.
Hari
berikutnya, sang permaisuri kembali ke sikapnya semula. Raja sekali
lagi mencoba semua trik yang dia ketahui untuk membuat permaisuri
tersenyum lagi tapi tidak ada yang berhasil. Beberapa hari berlalu, dan
sang raja sendiri menjadi sedih, karena beranggapan bahwa mungkin ada
sesuatu di masa lalu isterinya yang begitu menyedihkan sehingga sulit
untuk dilupakan. Dia mengamati isterinya membaca buku puisi. Tiba-tiba
terdengar suara bantingan keras, dan pintu ruangan itu terbuka, seorang
pengawal muncul, berteriak, "Yang mulia, ada tentara musuh di pintu
gerbang! Mereka menembaki kita dengan meriam!"
Sang raja menggeleng dan
berjalan kearah si pengawal, dan berkata, "Aku tahu kau bermaksud baik,
tapi cara itu sudah tidak berhasil." Sang pengawal melanjutkan, "Tidak,
Yang Mulia, kali ini sungguhan!" Ternyata benar, sang raja keluar dan
mendengar suara meriam menghancurkan dinding-dinding istananya; dia
memanggil penjaga, tapi sudah terlambat.
Prajurit
musuh sudah masuk ke istana, membunuh semua orang yang menghadang. Enam
orang dari mereka berlari di koridor dan membunuh sang raja serta
pengawal setianya. Dia membiarkan Jin-a hidup, dan pemimpin perang yang
menang itu pun menjadikan dirinya raja baru negara itu dan mengakhiri
pertempuran, mempersunting Jin-a sebagai permaisurinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar